Senin, 15 Desember 2008

Tuhan mengikuti persangkaan hamba-Nya

"Sebenarnya seorang manusia adalah apa yg ia pikirkan" -James Allen.
Nick Sitzman adalah seorang pekerja rel kereta api yg masih muda & ambisius. sehat & kuat. Ia bereputasi pekerja keras yg rajin & punya isteri yg menyayangi serta 2 orang anak & banyak teman.
P d suatu hari musim panas, kru kereta api diberitahu bahwa mereka boleh pulang satu jam lebih awal utk merayakan ulang tahun mandor mereka. Ketika sedang melakukan pemeriksaan terakhir pd gerbong kereta, Nick tak sengaja terkunci dlm sebuah gerbong
pendingin. Ketika sadar para pekerja yg lain sudah meninggalkan lokasi, Nick mulai panik.
Ia gedor2 pintu & berteriak sampai kepalanya berdarah & suaranya serak, tp tdk ada yg mendengarnya. Dgn pengetahuannya ttg "angka & kenyataan", ia perkirakan suhunya nol derajat. P ikiran Nick adalah 'jk tdk bisa keluar, aku akan mati beku di sini'. Krn ingin isteri & keluarganya tahu persis apa yg terjadi padanya, Nick cari sebuah pisau & mulai ukir kata2nya di atas lantai kayu,"Dingin sekali, badanku mulai mati rasa. Jk saja aku t id ur. Ini mungkin pesan terakhirku."
Keesokan paginya, para kru buka pintu tebal gerbong pendingin itu & temukan Nick tewas. Autopsi memperlihatkan setiap tanda fisik tubuhnya menunjukkan ia mati kedinginan. P adahal unit pendingin gerbong itu tdk berfungsi & suhu di dlm adalah 12 derajat celcius. "Nick telah bunuh dirinyaa sendiri dgn kekuatan pikirannya sendiri".
Jk tdk hati2, Anda bisa bunuh diri sendiri- tdk langsung spt Nick, tp sedikit demi sedikit, hari demi hari, sampai Anda per-lahan2 matikan kemampuan alami u/ capai impian Anda.
===
"Tuhan mengikuti persangkaan hamba-Nya (Al-Hadits)" , yg sekarang banyak orang menyebutnya 'Believe System'.

Baju Lusuh dan Havard University



Artikel ini kiriman dari Indra Gunawan, yang dapet dari temannya, temannyapun dari temannya juga dan terus dan terus kita saling menyebarkan cerita guna mendapatkan kebaikan dari cerita-cerita tersebut. semoga.....

Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston , dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University .

Sesampainya disana sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.
"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut.
"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.

Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak.
Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya.
"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.
Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka.
Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.
Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini. bolehkah?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut. "Nyonya," katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."
"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat,
"Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung? Kalian perlu memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.
Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja ?"
Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.


Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.
Universitas tersebut adalah Stanford University , salah satu universitas favorit kelas atas di AS.


Pesan Moral :
Kita, seperti pimpinan Harvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu.

Mengenai Saya

Tangerang selatan, Indonesia